Meningitis, Penyakit Yang Merenggut Nyawa Olga Syahputra

Apa itu meningitis, gejala dan faktor penyebabnya
Apa itu Meningitis - Artis, presenter sekaligus komedian, Olga Syahputra diberitakan meninggal dunia di RS Mount Elizabeth Singapura, setelah sebelumnya sempat menjalani perawatan secara intensif selama setahun lebih di RS tersebut. Olga divonis meninggal dunia di usia 32 tahun karena penyakit meningitis.

Sejak menghilang dari hadapan publik sejak bulan Mei 2013, Olga diharuskan berobat ke luar negeri dikarenakan penyakit meningitis yang dideritanya semakin parah, hingga pada akhirnya perjuangan melawan penyakit tersebut berakhir pada 27 Maret 2015.

Apa itu Meningitis?
Meningitis atau radang selaput otak adalah salah satu penyakit yang menyerang otak. Meningitis adalah sebuah kondisi ketika selaput-selaput di otak (yang disebut meninges) yang mengelilingi sistem saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang mengalami peradangan. Setelah itu, selaput tersebut akan membengkak.

Memang, penyakit ini akan membaik dengan sendirinya dalam waktu beberapa minggu. Namun, bila dibiarkan begitu saja dan tidak melakukan pengobatan, penyakit ini akan menimbulkan komplikasi serius dan semakin lama akan semakin parah.

Jenis komplikasi yang mungkin akan muncul, antara lain gangguan pada pendengaran, kerusakan pada otak, gagal ginjal, syok, masalah pada memori, dan masalah berjalan. Selain itu, risiko kejang dan kerusakan saraf permanen akan terjadi bila tidak melakukan pengobatan dengan cepat. Hal itu secara tidak langsung akan mengancam jiwa penderita meningitis.

Menurut data, hampir 50 persen penderita meningitis meninggal, terutama bila didiagnosis dengan derajat sedang dan besar. Kalaupun selamat akan mengalami kecacatan atau keterbelakangan.

"Namun, ketika berada dalam derajat ringan bisa sembuh, tapi pasien mengalami disabilitas. Kalau ingin kembali lagi seperti sebelum terkena meningitis memang agak sulit tapi bukannya tidak bisa kembali normal seperti semula 100 persen," kata dr Sheila Agustini, SpS dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan.

Gejala Meningitis
Gejala klinis meningitis yang khas antara lain demam tinggi, sakit kepala, kejang, dan perubahan perilaku.

Menurut Mayo Clinic,  tanda dan gejala dari penyakit meningitis dapat muncul dalam hitungan jam atau bahkan lebih dari satu atau dua hari. Tanda dan gejala ini dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada bayi yang baru dilahirkan.

Pada anak lebih dari usia dua tahun dan orang dewasa akan mengalami gejala seperti mendadak demam tinggi, sakit kepala parah tanpa sebab yang jelas, leher kaku, mual, sulit konsentrasi, sensitif terhadap cahaya, ruam kulit. Sedangkan pada bayi mereka tidak akan mengalami sakit kepala dengan gejala demam tinggi, lebih sering menangis karena tidak nyaman, lesu, tubuh dan leher terasa kaku.

Penyebab Meningitis
Menurut laman resmi WHO, penyakit ini disebabkan karena infeksi dari bakteri, virus maupun jamur. Bakteri seperti E Coli atau streptococcus disebut berperan terhadap timbulnya meningitis. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di beberapa rumah sakit di Indonesia, diketahui bahwa 10 persen penyebab meningitis adalah bakteri pneumokokus.

"Bakteri pneumokokus memang bisa hidup dan diam di tenggorakan 10 persen orang sehat, baik bayi, balita dan individu dewasa. Apabila daya tahan tubuhnya rendah, bakteri tersebut bisa masuk ke dalam tubuh, darah, serta otak dan menyebabkan meningitis," terang dr Hardiono Pusponegoro, SpA(K), Staf Divisi Syaraf Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.

Lantas bagaimana bisa bakteri ini sampai ke otak? Menurut dr Sheila Agustini, SpS dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan ada beberapa faktor risiko meningitis, antara lain:
1. Usia, terlalu muda atau terlalu tua
2. Infeksi di tempat lain semisal telinga, hidung, tenggorokan atau paru-paru
3. Daya tahan tubuh yang rendah
4. Paparan asap rokok

Hanya saja kondisi ini lebih rentan terjadi pada bayi dan anak-anak, sebab daya tahan tubuh mereka yang masih belum kuat.

Meningitis Pada Anak-Anak
Penyakit meningitis (radang selaput otak) menjadi momok buat balita. Penyakit ini sangat berbahaya karena tak ada harapan sehat bagi penderita meningitis. Angka kematiannya mencapai 50 persen. Jika lolos dari maut, balita akan mengalami gejala-gejala dari sisa penyakitnya seperti lumpuh, tuli, epilepsi, lamban dan retardasi mental.

Penelitian prospektif di beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa 10 persen dari penyebab meningitis pada balita adalah bakteri pneumokokus, yang angka kesembuhannya rendah dan dapat mengakibatkan cacat permanen.

Bakteri pneumokokus memang bisa hidup dan diam di tenggorakan 10 persen orang sehat, baik bayi, balita dan individu dewasa.

"Bakteri pneumokokus adalah pembunuh balita terbesar," ujar Dr Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si, Sekretaris Satgas Imunisasi PP-IDAI dan Ahli Tumbuh Kembang Anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.

Apabila daya tahan tubuh rendah, bakteri dalam tenggorokan tersebut masuk ke dalam tubuh, darah dan otak sehingga menyebabkan penyakit meningitis. Hal ini sangat rentan terjadi pada bayi dan anak, karena daya tahan tubuh mereka yang belum kuat.

Selain itu, penularan bakteri pneumokokus sangat mudah karena carrier (balita dan orang dewasa) akan menyebarkannya melalui udara, pertukaran dari pernapasan dan sekresi-sekresi tenggorokan, seperti batuk dan mencium.

Gejala klinis meningitis yang khas seperti demam tinggi, kejang, penurunan kesadaran dengan ditandai berkurangnya respons terhadap rangsangan.

Pada bayi, gejalanya seperti demam (62 persen), hipotermia (tubuh merasa sangat kedinginan), letargi (penurunan kesadaran), kesulitan minum, muntah, diare, sesak napas, kejang atau ubun-ubun besar membonjol. Sedangkan pada anak-anak, gejalanya seperti demam, kejang, nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku leher pada 75 persen.

Orang yang berisiko tinggi terkena penyakit akibat bakteri pneumokokus adalah sebagai berikut:
1. Bayi atau anak berusia di bawah 2 tahun
2. Bayi yang lahir kurang bulan (prematur) dan berat lahir rendah
3. Bayi yang hanya diberi ASI sebentar atau sedikit
4. Kawasan hunian padat
5. Sering terpapar asap rokok
6. Penitipan anak (day care)
7. Sering mengalami infeksi virus di saluran pernapasan
8. Sering mendapat antibiotik yang dosisnya tidak kuat
9. Sistem kekebalan rendah, seperti penderita HIV
10. Penderita penyakit kronis

Dr Soedjatmiko menyatakan perlu dilakukan upaya yang keras untuk pencegahan meningitis, karena sekali bakteri tersebut sampai di selaput otak, maka si penderita tak ada harapan sembuh total.

Upaya pencegahan terhadap meningitis yang dapat dilakukan untuk bayi dan anak-anak yaitu:

Nutrisi
Dengan pemberian ASI, makanan lengkap dan seimbang, vitamin A, Zinc, dan lainnya.

Perilaku hidup sehat
1. Tutup mulut atau hidung ketika batuk dan bersin
2. Hindari mencium bayi dengan mulut
3. Hindari infeksi virus berulang (flu berulang-ulang)
4. Hindari polusi seperti asap rokok dan asap dapur

Vaksinasi dan imunisasi
1. Dengan rutin imunisasi: BCG, DTP, Campak, Hib, Influenza 2. Serta yang penting vaksinasi pneumokokus: PCV 7 dan PCV 13.

Pengobatan Meningitis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyakit meningitis bisa saja sembuh walaupun tidak melakukan pengobatan. Namun, penyakit ini bisa juga berkembang menjadi lebih parah dan dapat menimbulkan komplikasi, seperti pada penyakit meningitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Hal ini sangat membutuhkan pengobatan antibiotik untuk mempercepat proses pemulihan.
Bila menunda pengobatan, hal itu akan meningkatkan risiko kerusakan permanen pada otak dan berujung kepada kematian. Karena itu mengetahui sedari dini penyakit meningitis ini jauh lebih baik daripada berobat sesudah terlambat.

Posting Komentar untuk "Meningitis, Penyakit Yang Merenggut Nyawa Olga Syahputra"