7 Hari Tersesat di Gunung Merapi ( Part 6-7)

Akhirnya Ayah memanggil temannya untuk menjadi mediator dalam proses pencarian Andre dan Nopeng. Setelah mediator tiba, Ayah langsung membacakan beberapa kalimat-kalimat, dan seraya tunduk sejenak sambil menggerakkan jari jemari serta menepuk pundak sang mediator. Awalnya aku tertawa kecil dalam hati, melihat kekonyolan tersebut. Namun tiba-tiba mediator bersuara, sama persis dengan suara Andre.

"Ndre.., kau ini ndre?" tanya Ayah pada mediator.
"Iyo Yah, iko awak Andre ( Iya Yah, ini aku Andre)", mediator menjawab dengan suara, nada dan logat yang sama persis dengan Andre.

"Man, tanyo lah dima orang tu kini, ang tanyo-tanyolah ( Man, tanyalah dimana orang itu sekarang, kau tanya-tanyalah)" Ayah berpindah posisi duduk sambil menyuruhku berdialog dengan mediator.

"Ndre, sehat kau kan dre? dimana posisi kalian sekarang? makan kalian ndre?" tanya ku pada mediator dengan serius. Kali ini, agaknya aku mulai percaya dengan hal-hal mistis ini, karena hampir semua yang diinfokan sang mediator hampir membuatku yakin bahwa dia memang Andre.

"Man, awak di jurang man, tangan wak terkilir man! wak kini di daket air terjun man!"

"Naik aja keatas lagi ndre, balik keatas ndre, naik!"

Sesaat setelah itu, mediator akhirnya sadar. Aku pribadi sebenarnya masih bingung air terjun yang sempat disampaikan mediator. Setahu aku, daerah itu adanya bersebelahan dengan jalur Menuju Air Terjun 7 tingkat, Badorai. Air terjun yang sangat tinggi, hingga air yang turun ke permukaan saja bukan berbentuk air, melainkan embun bercampur angin. Rute ini bukan rute pendaki, ini tak memiliki jalan. Aku heran mengapa mereka berdua bisa menembus semak belukar yang ada disana, disana itu penuh dengan tumbuhan semirip Pandan berduri yang ukurannya tiga kali orang dewasa. Bila lewat, habis sudah kulit tercabik-cabik oleh duri tumbuhan tersebut. Jika sudah turun, tak mungkin bisa naik lagi, karena jalan naiknya tak ada.

Peristiwa ini jika dikaitkan dengan cerita versi Andre sangat singkron. Sehingga membuatku semakin yakin bahwa petunjuk dari mediator itu benar-benar Andre. Andre juga pernah bercerita saat diperjalanan tersesat itu pernah melihat Orang Tua menggunakan Jubah putih berjenggot lebat memanggil-manggil dan menyuruh mereka balik, tapi tak mereka hiraukan. Sesosok tubuh hitam tinggi bermata merah yang ditemuinya pun menyuruh ia balik keatas, namun lagi-lagi tak Ia hiraukan. Menurut Ayah, makhluk itu sudah diutus untuk membimbing mereka balik keatas, sambil menunjuk-nunjuk kearah atas, seperti yang disampaikan Andre dalam ceritanya. Ini nyata, bukan karangan, kita bisa percaya ataupun tidak sama sekali. Namun, karena sama-sama tidak mengetahui, mereka akhirnya pergi, turun, dan turun kebawah.

Andre juga pernah mendengar Suaraku, yang berseru untuk menyuruh mereka naik ke atas, tapi Andre hanya mengaggap halusinasi semata, karena mereka sudah mulai merasakan dehidrasi dan berfikiran berat cara untuk bertahan serta pulang.

Pencarian Hari Ketiga
Aku balik ke Merapi, dan menemui beberapa tim SAR serta teman-temanku yang masih disana. Aku sempat menginformasikan mengenai lokasi Air terjun tersebut, namun mereka membantah karena akses jalan kesana tidak tersedia, dikhawatirkan malah membahayakan yang lain. Pada pencarian hari ketiga ini sudah digantikan oleh SRU 3, menurut info bahwa SRU 2 juga tak menemukan tanda-tanda keberadaan Andre dan Nopeng.

Menjelang malam, akhirnya aku dipersilahkan untuk ikut berkemah di tenda Pramuka. Aku duduk sendiri membelakangi tenda, sedangkan para tim SAR dan lainnya berkumpul didepan tenda. Sambil aku melamun, memikirkan apa yang dikepalaku, kegalauan akan hilangnya mereka, karena sudah hampir empat hari kabar mereka belum juga ada. Aku tertunduk sejenak, kepala kuarahkan ke bawah rerumputan yang hampir basah. Sambil mengangkat kepala perlahan, aku mengalihkan pandangan ke atas."Astagfirullah!" aku terkejut melihat sosok yang ada dihadapanku. Sosok makhluk berbulu, berwarna hitam besar, tinggi hingga 2 meter lebih. Matanya merah besar menatap kearahku sambil melipat tangan dan tersenyum sinis. Jika salah satu kakinya kupeluk, tak akan sampai jariku bersatu untuk memeluknya, itulah gambaran betapa besar makhluk tersebut. Aku panik, kaget, bercampur takut, langsung saja aku melompat membalik arah menuju kerumunan yang berada di depan tenda. Karena sungguh sangat ketakutan, tali tenda pramuka yang sangat tebal itu putus kulewati. Mereka panik dan bertanya padaku, lantas aku hanya menjawab bahwa aku kaget karena tertidur sambil bermimpi.

Keesokan harinya, tim SRU 3 turun kebawah dari beberapa blok dan kelompok, kami yang melihat dari kejauhan langsung menghampiri mereka karena penasaran untuk memperoleh hasil pencariaannya. Hasilnya tetap sama, "Mereka tidak ditemukan". Oleh sebab itu, -Fix sudah, mereka dinyatakan HILANG. Mendengar keputusan akhir dari tim SAR, maka seluruh Anggota, Organisasi, dan Kumpulan Pecinta Alam Sumatera Barat di Informasikan oleh Sekretariat Bersama (Sekber), untuk membantu dalam segi waktu dan kesediaannya agar ikut melakukan pencarian Andre dan Nopeng. Mulai dari Organisasi dan Kumpulan Pendaki dari Kota Solok, Bukittinggi, Padang Panjang, Kota Padang, dan kota-kota lain berkumpul di kaki Merapi dalam membantu dan turut serta mencari mereka yang hilang. Saat itu suasana sangat-sangat ramai, seperti pasar. Mulai dari kaki sampai lereng Merapi.
(*)

Dalam pencarian yang kami lakukan beramai-ramai, kini semakin banyak bantuan dan kesediaan dari teman-teman pada Komunitas Pendaki yang penasaran dengan peristiwa hilangnya Andre dan Nopeng. Hari keempat kami sudah berstrategi berpencar di beberapa titik, setiap sudut mengitari alur-alur Merapi. Namun, jalur yang lazim kami lalui bukanlah jalur yang ditempuh oleh Andre dan Nopeng, mereka menggunakan jalur yang bisa dibilang jalur tak terjamah para pendaki, belum ada akses kesana, Hutan itu masih belum tersentuh. Tak ada tanda apapun yang bisa digunakan sebagai petunjuk, bila percaya, mungkin mereka bisa merima saranku waktu itu. Saat proses berlangsung, sebagian dari kami juga ada yang memiliki cerita-cerita misteri, dibalik proses pencarian -Jasad Andre dan Nopeng. Kami sudah tak berharap banyak saat itu, namun setidaknya kami bisa menemukan mayatnya jika sudah tak hidup lagi. Kejadian demi kejadian pun beruntun terjadi. Ada beberapa orang dari kami melihat sosok perempuan berambut keriting setengah telanjang berada di permukaan tebing jurang sambil -Menungging. Makhluk itu sama persis dengan makhluk yang dilihat oleh Nopeng di tepi jurang. Bisa diasumsikan, sebenarnya mereka sudah hampir menemukan rute yang dilalui Andre dan Nopeng, namun saat itu tak ada satupun yang berani turun kebawah karena cukup jauh. Hampir sering makhluk itu menampakkan diri, dengan posisi dan kondisi yang sama. Tersiar kabar bahwa dulu, pernah ada pendaki wanita yang terjatuh di jurang tersebut. Setelah tim SAR berhasil menemukan mayatnya, perempuan tersebut mati dengan kondisi terjepit di bebatuan jurang.

Ada juga yang pernah bertemu dengan seorang -Bule, lelaki dengan jambang. Namun karena sosoknya yang tidak mencurigakan, para pendaki tak pernah menghiraukan orang asing tersebut. Merapi juga sering dikunjungi oleh warga Negara lain, dari Perancis, German, Australia, dlsb. Sangat sering pendaki berpapasan dengan bule tersebut, sampai akhirnya diketahui bahwa bule tersebut adalah -Abel Tasman, Pendaki asal Gunung Pangilun, Padang yang telah wafat sekitar tahun 90'an tempo dulu.

Abel Tasman dulu pernah bereksplorasi ke Puncak Merapi, namun karena tampaknya saat itu gunung mulai menunjukkan kondisi akan meletus, para pendaki berhamburan turun kebawah, dengan sedikit gunjangan, gempa kecil beruntun. Abel yang saat itu hendak turun sekitar Puncak, melihat ada seseorang yang terjatuh dan tak sanggup berjalan. Karena rasa iba, Abel menggendongnya untuk turun kebawah bersamanya. Namun, karena beberapa gunjangan besar akhirnya pendaki dan Abel terjatuh ke tepi kawah terjal puncak merapi, na'asnya, Abel terjatuh jauh ke dasar tebing, sedangkan pendaki tersebut selamat karena tersangkut dipinggir tebing. Sehingga, untuk menghormati jasadnya, dibuatlah sebuah tugu dengan nama -Tugu Abel. Untuk membedakannya sangat mudah, jika kita bertemu bule berjalan sendiri menuju penurunan (turun) sudah dipastikan itu Abel. Karena, jika bule mendaki di Merapi, pasti selalu membawa pemandu. Dan ciri berikutnya adalah, Arwah Abel selalu berjalan menuju bawah, sehingga jika bertemu, para pendaki yang hendak naik akan berselisih dengan Abel yang hendak turun.
Pencarian hampir terus dilakukan, dengan menelusuri tiap-tiap sudut, dari kaki hingga puncak Merapi. Semakin hari semakin berkurang tenaga peserta yang membantu dalam proses pencariannya. Mereka telah dinyatakan Hilang dan mungkin sudah dinyatakan tak bernyawa. Sehingga, target utamanya adalah hanya untuk mencari jasad mereka berdua saja. Ini merupakan hari keempat pencarian berlangsung, belum juga ditemukan sedikit tanda keberadaan mereka.

Merapi mempunyai sejuta misteri didalamnya. Sungguh hal ini membuat kami berfikir keras untuk memutar otak dan sangat menguras tenaga. Karena, dalam berbagai perdebatan ketika pencarian, sangat banyak asumsi-asumsi yang timbul dari beberapa pemikiran. Jika mereka mati, pasti mayatnya diketemukan. "Jika mereka hidup, apakah bisa mereka bertahan selama beberapa hari ini tanpa perlengkapan dan logistik makanan? hanya dengan menggunakan baju tanpa lengan dengan celana pendek? merasakan dinginnya udara diketinggian yang mungkin tak mau dihuni primata hutan?". Pertanyaan pertanyaan ini selalu berbanding terbalik, di satu sisi kami menganggap mereka sudah tiada, namun jasadnya saja tak di temukan, di satu sisi jika mereka hidup bagaimana mereka bisa bertahan dengan kondisi seperti itu. "Tuhan memang punya rencana besar, tak satupun diantara kita yang mampu menebak setiap teka-teki yang tersedia di muka Bumi ini".

Hari ini aku berencana kembali ke Padang, untuk bergantian dengan temanku yang lain, sehingga dalam pencarian ini aku sudah dua kali pulang kerumah untuk beristirahat dan menenangkan fikiran. Jadi, hari pertama aku di Merapi, hari kedua pulang, hari ketiga balik ke Merapi, dan hari keempat kembali ke Padang. Rencananya, besok aku akan kembali ke Merapi setelah usai mengisi tenaga. Aku sangat sangat lelah saat itu, makan tak teratur, kurang tidur, mandi pun bisa dihitung. Aku bisa merasakan keadaan mereka disana, tersesat di rimbunnya hutan, tanpa makan, tanpa minum sewajarnya, tanpa alas kaki, tanpa kain penghangat tubuh yang layak, tanpa arah, tanpa tau pasti dimana langkah mereka berakhir.

Aku sampai dirumah dengan langkah gontai, murung, bagai kucing terkena air. Ayah saat itu sedang duduk bersila di ruang tamu. Saat aku melangkahkan kaki pertama di depan pintu, ayah langsung berkata padaku "Man.., ba'a kawan ang? lah basobok man? ( Man, bagaimana kawan mu? sudah bertemu man?)" saat itu Ayah berbicara sambil tunduk dan menutup mata dengan nada suara datar. Sangat berbeda, saat itu gerak gerik Ayah sangat berbeda, namun, tanpa rasa curiga aku menjawab pertanyaannya tersebut dengan lambat, " Alun lai Yah ( Belum lagi Yah)".

"Man, ang jan cameh lo, kawan ang lai ndak ba'a do, lah ado nan manuntun urang tu jalan ka pulang (Man, kau jangan cemas pula, kawan kau iya tidak apa-apa, sudah ada yang menuntun orang itu jalan pulang)".

Mendengar Ayah berbicara seperti itu, sempat membuat kening ku berkerut, bingung. Apakah ada hubungannya dengan makhluk-makhluk yang acap kali bertemu dengan beberapa relawan pendaki termasuk aku? Jawabannya, "Iya".

Aku duduk dengan semangat disebelah Ayahku dan mendengarkan penjelasannya. Dulu, aku sudah pernah katakan, bahwa hal konyol seperti ini tak pernah masuk dalam logikaku. Banyak hal Ghaib, yang berkeliaran disekitarku, namun aku tak pernah "ngeh" ataupun menyadarinya. Ayah memang memiliki -Pengikut, Pendamping, atau makhluk kasat mata yang setia menjaganya. "Ini bukan disengaja, makhluk ini ada sejak dulu, dari kakek-kakek buyutmu dulu" kata Ayah. Mereka sama seperti kita, ada yang jahat, ada yang baik, ada yang taat, dan ada pula yang jahil. Sama persis seperti kita, bedanya mereka tak bisa dilihat semua orang. Namun, makhluk Ghaib ini juga ada yang tidak bisa melihat kita (manusia), hanya makhluk yang memiliki derajat dan kekuatan tinggi yang bisa melihat manusia bahkan mampu menyerupai manusia.

"Wa'ang man, samo ang ado ciek, tapi ang dak pernah tau do, ang tu mada Ayah kecek'an, rajin ang Shalat, mangaji, supayo ndak manjauah nyo (Kau man, sama kau ada satu, tapi kau gak pernah tahu, kau itu bandel Ayah bilang, rajin kau Shalat, mengaji, supaya gak menjauh dia)"

"Manangih kakek ang tu mancaliak ang jauah dari Agamo ( Menangis kakek kau itu melihat kau jauh dari Agama)".

Mendengar Ayah berbicara seperti itu, aku terdiam, berfikir, dan merasakan bahwa yang terkadang kulihat, kudengar, itu bukan kebetulan. Lantas, kawan-kawanku juga sering melihat aku berjalan berdua, padahal aku berjalan sendiri. Ada orang pintar yang pernah bilang, bahwa aku ada yang selalu mengikuti. Tapi, awalnya aku tak percaya, setelah Ayah menjelaskan asal muasal, garis keturunan orang tuaku terdahulu, barulah saat itu aku mulai yakin bahwa hal-hal yang Ghaib itu memang ada.
(*)

Posting Komentar untuk "7 Hari Tersesat di Gunung Merapi ( Part 6-7)"