7 Hari Tersesat di Gunung Merapi ( Part 10-11 )

Tersesat Hari 1
Sambil berlari-lari mencari arah pulang ke cadas, kabut akhirnya turun dan membuat konsentrasiku untuk menemukan Tugu Abel buyar. Aku berputar-putar sambil berlari dan Andre jauh tertinggal dibelakang, sambil berlari Andre bersorak "Peng, pelan-pelan peng, jangan cepat kali peng!" sambil berlari akupun menjawab "Ndre, cepatlah ndre, kabut udah turun!" sambil terus berlari, tiba-tiba ada orang melintas dihadapanku, bertubuh besar hitam, tanpa baju menggunakan celana pendek dengan membawa tali seperti tali kapal. Aku kaget, namun terus berlari tanpa memikirkan apapun. Dalam fikiranku hanya, "Aku harus balik ke Cadas!" sambil berlari, akhirnya perutku terasa naik, sesak, Akhirnya Andre memberhentikan, "Peng! berhentilah dulu, kita sedang panik peng!"

Kami berhenti sejenak, dan kabutpun tak juga naik, kami semakin kesulitan menemukan Tugu Abel yang menjadi patokan turun ke Cadas. Sambil berjalan menemukan jalan pulang, kami sampai di kawah-kawah kecil yang sebelumnya tak pernah kami lewati. Dan Akhirnya Andre bertemu dengan Pendaki lain yang menawarkannya untuk turun bersama. Karena Andre dibelakangku tertinggal lumayan jauh, Aku hanya mendengar sedikit percakapan mereka.

"Pak! kehilangan arah juga ya Pak? mau ikut bersama kami?" pendaki tersebut menawarkan untuk turun bersama.

"Peng, Bapak ini mau turun juga peng! kita bareng mereka aja gimana peng?!" Andre bertanya padaku.

Karena aku teringat tiga orang temanku yang berada di Cadas, aku menyuruh Andre untuk tidak ikut mereka, "Ndre, gak usah ndre, kasian Uncu, Iwan dan Firman menunggu dibawah"

Andre keras kepala ingin tetap turun dengan rombongan tersebut. "Ndre, coba tanya mereka mau turun kemana?!"
Andre pun bertanya kembali pada rombongan tersebut, "Pak, mau turun lewat mana Pak?!"
dan rombongan itupun menjawab, "Kami lewat jalur Simabur Pak!"

Mendengar jalur Simabur, aku terdiam, dan berfikir sejenak "Gak mungkin mereka lewat jalur itu, karena jalur itu jarang dilalui pendaki"
dan tiba-tiba saja fikiranku langsung teringat peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi. Peristiwa hilangnya 12 Siswa SMA saat mendaki di Merapi dan mayatnya banyak ditemukan di Jalur Simabur. "Ndre, coba perhatikan wajahnya satu-satu ndre" aku berkata dengan Nada pelan sambil mendekati Andre. Andre memperhatikan satu persatu dan menghitung jumlah pendaki tersebut, dan jumlah pendaki tersebut adalah 12 Orang, namun pada hitungan Andre yang terakhir, menurut pengakuannya, cewek pada urutan terakhir dalam keadaan menangis dan kakinya tak menyentuh tanah. Sontak saja Andre berlari pontang panting dan akupun ikut berlari dan Akhirnya aku yang mendahului Andre.

Kamipun terus berputar-putar mencari arah sambil berlari-lari, namun kabut juga belum naik sehingga sungguh sulit rasanya menemukan arah yang pasti saat itu. Dan tibalah kami di sebuah tebing yang dibawahnya terlihat dua buah mobil truk berwarna merah, satu parkir dan satunya sedang bergerak. Sebelumnya kami berdua yang melihat itu sempat berfikir "Apa mungkin ada mobil truk di Gunung Merapi?"

Karena sudah panik, akupun langsung mengatakan pada Andre "Nah..! ndre ini pasti jalan pulang ke cadas ndre..." sambil merangkak menuju truk tersebut, semakin kami mendekat turun, kedua mobil tersebut semakin jauh dan akhirnya hilang. Namun, posisi kami sudah berada di bawah. Entah mengapa, saat itu Andre sangat yakin dengan aku dan terus mengikuti kataku.

Akhirnya kami beristirahan dipunggungan dekat dengan kawah berisi Air, namun airnya terlihat kotor. Andre mengeluarkan Ekstra Jos yang diambilnya tanpa sepengetahuan Firman tadi. Melihat itu, akupun mengikuti Andre mengeluarkan Ekstra Jos kepunyaanku. "Kau ambil Ekstra Jos juga tadi peng?" Andre bertanya sambil mengerutkan kening padaku. Kami membuka Ekstra Jos dan memakannya tanpa Air hingga habis. Setelah itu kami tertidur sambil menunggu Uncu, Irwan dan Firman.

Beberapa jam setelah itu, kami terbangun dan ketiga teman kami belum juga tiba "Ndre, mereka kok belum datang juga ndre?!" aku bertanya pada Andre, dan Andre menjawab dengan kepanikan "Gak tau Peng, atau mungkin mereka gak tau posisi kita disini peng."
Sambil memperhatikan kearah bawah, ternyata aku melihat "Tenda Merah" , "Ndre, kan betul ndre, ini jalannya, lihat itu ada tenda merah" Akupun langsung berlari menuju tenda tersebut, semakin dekat justeru tenda tersebut bukan tenda yang aku maksud, dan ternyata itu hanya sebuah Tugu berwarna Merah. Orang biasa menyebutnya "Tugu 12", tugu yang dibangun untuk memperingati peristiwa hilangnya 12 Siswa yang pernah hilang di Merapi. Disebelah dekat tugu tersebut ada sebuah bendera warna hitam, "Ndre, ada bendera hitam ndre, berarti gak boleh lewat sini ndre!" kamipun terus mendekati tugu tersebut.

"Bukan tenda ndre...!cuma tugu batu!"

kamipun duduk sebentar di dekat tugu tersebut. Entah mengapa, view didekat tugu tersebut berbeda dengan lokasi lain, terlihat lebih cerah, tak berkabut, dan tampak pemandangan kota Bukittinggi dari situ. Sambil duduk kami terdiam untuk menghilangkan panik, saat itu kami belum terfikir bahwa kami tersesat, hanya saja perasaan sudah mulai was-was.

"Ndre, hari udah mulai agak gelap ndre, kita harus turun ndre!" aku menawarkan pilihan ke Andre untuk tetap disini menunggu atau turun. Belum sempat aku melanjutkan, Aku melihat tali berwarna hitam (crossline) di ranting kayu. Aku langsung terfikir "Nah, ini pasti tanda jalan turun, tak salah lagi, pasti lewat sini". Akupun bergegas turun bersama Andre dan saat itu aku yang turun lebih dulu.

" Ternyata sebenarnya itu bukan crossline untuk tanda jalan yang boleh dilalui, justeru itu adalah tali batas yang sudah putus, sebagai tanda tak boleh dilalui karena merupakan jalur evakuasi pencarian 12 Siswa yang pernah hilang"

"Orang misterius yang berjumpa dengan ku ditaman Edelweis bisa dipastikan adalah Abel Tasman, namun saat itu yang aku ketahui dan diketahui banyak orang Abel Tasman itu adalah Bule, sehingga aku tak berfikir bahwa dia Adalah Abel Tasman yang sebenarnya berasal dari Gunung Pangilun Padang"
(*)

Aku meloncat turun kebawah tebing yang tingginya setara tinggi atap rumah. "Traappp", sampai dibawah, aku terdiam "Betapa sejuk, tenang dan lengang disini. Sangat berbeda dengan tempat-tempat lainnya". Kemudian Andre berteriak, "Peng! jauh peng?!"

"Enggak Ndre, Loncat aja ndree!!! cepat ndre! hari udah mau gelap!"

Mendengar itu, Andre juga meloncat setelah kami berdialog beberapa menit, "Traappp...brugggg" Andre pun sampai kebawah bersamaku.

Aku langsung berlari menaiki punggungan berbukit dan merambah semak belukar yang ada didepan, sambil berlari, akhirnya tiba disebuah tebing yang lumayan tinggi, sambil mencoba naik dengan kemampuan Climbing ku, kupanjat setapak demi setapak. Dari pandanganku, yang membuat aku semangat naik adalah, dari kejauhan aku melihat jalan setapak, ada sebuah rumah dan seorang anak kecil menaiki buayan (Ayunan) pernah terfikir "Ahhh, semoga cepat sampai, agar bisa beristirahat malam disitu". Semakin dekat, rumah dan jalan setapak itu semakin hilang dari pandanganku, kuarahkan pandangan ke Andre, "Astagfirullah" ternyata kami sudah mendaki jauh dibibir punggungan. "Ndre, naik terus ndre, jangan lihat kebawah!"

"Peng! pelan-pelan peng, jangan terlalu cepat!"

setelah memanjat dan agaknya tebing ini tak usai-usai, Aku mengambil arah ke kanan untuk bisa tiba di tepi dataran tebing yang tak jauh dari dakian, dan tiba-tiba semak dan rumput yang kupegang tak kuat menopang berat badanku sehingga "Bruuuuggghh!"

*Hening

Aku pun terjatuh cukup jauh. Sempat terbangun dalam posisi tertelungkup, Aku langsung bangkit dan "Astagfirullah....Astagfirullah...Astagfirullah!!!" kepalaku bocor dan luka. Darah segar tak berhenti mengalir saat itu.

"Peng!!! Jauh peng?!" Andre bertanya padaku yang sudah berada dibawah.

Andre yang sudah berada di tepian tebing bertanya lagi "Gimana cara turun peng?!!"

"Turun ajalah ndree, loncat ndre! loncat"

Herannya, ketika aku melihat disekitarku, aku semakin merasa berada di dimensi lain, semakin sangat sejuk, tenang, nyaman....

"Ndre, loncat lah ndre.."

kemudian Andre berkata seolah dirinya bertemu seseorang, awalnya aku senang "Alhamdulillah, akhirnya kami selamat" namun setelah mendengar Andre menyebutkan ciri-cirinya yang tinggi, besar dan menyuruh kembali keatas, aku langsung berfikir bahwa itu bukan manusia, itu makhluk gak benar.

"Ndre, turun aja ndre, loncat ndre!"

Peng! dia marah peng, mau turun peng!"

Aku langsung memaksa Andre terus untuk turun, "Ndre, turun aja ndre, jangan ikuti dia ndre, Kau lebih percaya Aku atau Dia ndre?!!!" dan tiba-tiba "braaaaagggghh" Andre terjatuh dan untung saja aku berhasil menangkapnya, jika tidak mungkin Andre sudah mati, karena terjatuh dalam posisi kepala lebih dulu dan disambut batu dari bawah.

"Peng! kepalamu berdarah peng!!"

"Biarkan aja ndre, syukur lah ndre kau masih percaya aku ndre, ayo kita jalan ndre, hari uda mau gelap!"

Aku yang berada di depan terus berusaha mencari jalan keluar yang bisa dilalui dan setelah kami menaiki punggungan berikutnya, tibalah saat kami menuju ke dasar jurang yang lumayan tinggi aku berlari dan tiba-tiba, "bruggghhhgh" aku terjatuh lagi kebawah dan tepat di bibir sungai.

"Ndree, ada cewek tengkurap dibawah ndre, rambut keriting pakai rok biru ndre, kita susul aja ndre? siapa tau dia butuh bantuan, kalau mayat, biar mayatnya kita selamatkan"

"Gila kau peng! mana ada orang mendaki pakai rok! itu bukan orang peng! bukan orang! jangan dilihat peng!

Tak ada komunikasi lagi antara aku dan Andre saat itu, karena jaraknya cukup jauh, lalu terdengar suara "Peng!! Jauh peng??!" dan aku langsung menyahut dengan keras "Turun lah ndree, loncat aja" Andre pun meloncat tanpa berfikir panjang, dan "Brugggghhh...!!!" Andre terjatuh dan pingsan cukup lama.

Aku mencoba menyadarkan Andre, menjambak dan menampar-nampar wajahnya,

"Ndreee, bangun ndre!!!"
Ndreeee, bangun lah ndreee!!!"

Aku menangis sejadi-jadinya, aku takut kalau Andre mati, dan sendiri di hutan tak berpenghuni ini. Sambil menangis aku berteriak terus menerus membangunkan Andre.

"Ndree, bangun ndreee!!!

Akhirnya Andre mulai membuka mata,

"Ndree, syukurlah kau bangun ndre!!" ucapku bahagia sambil mengusap air mataku.

"Iya ni pit," jawab Andre padaku.

"Ini Nopeng ndre, bukan ni pit!!"

"Iya ngah," jawab Andre lagi padaku.

"Ini Nopeng ndre, Nopeng!!! bukan uni pit, bukan *Ngah, ini Nopeng ndre, Nopeng!!!! sadarlah ndre, sadar, Kita tersesat ndree, lihat lah sekelilingmu Hijau semua ndreee, kita Hilang ndree!!!"

Sambil berdiri, Andre merasa ada yang ganjil lengannya, tangannya tak bisa digerakkan.

"Peng, tanganku gk bisa bergerak peng!"

Dengan percaya diri, akupun menarik tangan Andre "Praakkkkkk", "Udah ndre, ayo kita jalan"

Ajaib, tangan Andre bisa pulih dan digerakkan kembali. Kamipun kembali melanjutkan perjalanan. Selama perjalanan tadi, tiba disinilah aku baru sadar bahwa aku tersesat, karena sejak tadi aku masih berfikir akan bisa menemukan jalan pulang, dan mencoba berbesar hati, menghilangkan was-was walau aku tahu sebenarnya kami sudah mulai tersesat jauh.
(*)

Malam Pertama
Malam semakin gelap, kamipun berjalan mencari tempat bermalam, dan akhirnya kami menaiki beberapa punggungan lagi untuk naik tinggi. Sesampainya di punggungan badan berbukit, kami berencana untuk tidur di dekat batang-batang pohon untuk bisa berlindung.

"Peng....aku haus peng" Andre coba membujukku.

"Aduhhh, apalagi ndre, tidur lah ndre, Aku capek, siapin tenaga buat besok ndree.."

"Serius peng, aku haus peng!!!"

Aku tak mendengar lagi andre yang terdengar manja ingin ditemani mengambil air kebawah.

"Aku malas kebawah ndre, takut! kalau kau mau kebawah, kebawah lah! aku disini aja nunggu."

Namun tiba-tiba saja terdengar "Sruuupppttt" Aku melihat Andre meminum Air kencingnya sendiri, aku terbangun dan kaget saat itu.

"Ndre!!! Ahh! Gila kau ndre! Gila!"
"Gila,,,,gila kau ndre gila!!!"

"Aku haus banget peng"Andre tersenyum ke arahku.

"Gila kau ndre, gila, Air apa yang kau minum itu!!
Air kencingmu sendiri, astaga, Gila kau ya ndre!"

Akhirnya kamipun tidur, dan tiba-tiba akupun merasa haus yang tak tertahan. Aku lihat Andre sedang tidur-tidur sambil bernyanyi-nyanyi kecil, kubuka resleting celanaku dan menampung Air kencingku sendiri, aku mencoba sedikit dan ternyata "Wuuekkkzzzz, Air apa ini.... gak enak gini" Aku membuang air kencing ya kutampung dengan kedua tangan tadi.

"Memang udah gila kau ya ndre!"

aku gelang-geleng kepala melihat Andre yang berani meminum Air kencingnya sendiri, sedangkan aku saja mencoba sedikit tak mau meneruskan untuk meminumnya. Akhirnya kamipun tertidur dengan karena kecape'an dibawah rimbunan pohon-pohon kecil. Malam itu tidur tidak begitu nyenyak, karena aku masih belum percaya kalau aku dan Andre tersesat.

Bersambung

Tersesat Hari 2
K
etika pagi, Andre yang lebih dulu bangun, tersentak dan membangunkanku, karena bandan masih terasa letih, akhirnya Andre mengajak untuk tidur kembali.

"Peng, uda agak terang peng!, tapi, kita tunggu siangan dikit ya peng baru kita jalan"

Aku pun menurut apa kata Andre karena badanku juga masih capek. Kamipun melanjutkan tidur kembali, dan ketika bangun tiba-tiba sudah gelap.

Malam Kedua
"Ndre, bangun ndre "
"Loh," Andre kaget, dan kamipun saling pandang-pandangan.

"Kok udah gelap aja peng?!", gak tau ndre, aku juga dari tadi tidur"

Entah halusinasi atau apalah itu, yang jelas itu memang kami rasakan bersama-sama. Ada yang berasumsi "Ahh, kalian berhalusinasi tu, karena Dehidrasi dan Hipotermia mungkin!"

Akhirnya, satu hari kami habiskan untuk tertidur.

Tersesat Hari 3
Bangun pagi, mata penuh dengan tahi mata, badan luka luka terkena duri semak belukar, kepala berdarah, dan mau tak mau kami harus terus berjalan dan menemukan jalan pulang.

Aku yang selalu didepan, membuka jalan, tanganku kujadikan parang untuk membabat dan trabas semak-semak didepan kami. "Ayo geng, Enjoy...Enjoy!!!, kita lanjutkan perjalanan, Olahraga kita" Aku mengajak Andre supaya tak patah semangat karena kuperhatikan dia sudah mulai putus asa.

"Peng! Aku mau naik keatas lagi peng!"

"Gila kau ndre, uda susah-susah kita turun kebawah, sekarang kau mau naik lagi!"
"Aku mau lanjut aja ndre, kalau kau mau balik keatas, balik lah sendiri"

Aku berjalan cepat meninggalkan Andre, kemudian aku berhenti sejenak, berbalik badan padanya "Kalau kau balik ndre, ketemu lah kau sama Hantu hitam yang nunjuk-nunjuk waktu itu, balik lah keatas!"

Mendengar itu, Andre langsung berlari mengejarku, "Gak jadi Peng, aku ikut dengan mu aja peng....hiiiiii", kamipun berlari sambil mencari jalan-jalan yang patut untuk dilalui. Saat itu, aku memutuskan untuk berjalan mengikuti Arus sungai...

"Peng, masih ingat gak peng? waktu belajar di Sispala, kalau kita tersesat di gunung, jangan ikuti arus sungai, karena kita akan berakhir di Jurang! tapi, kalau kita tersesat di Hutan atau perbukitan, kita akan berakhir di perkampungan, sungai dan rumah warga"

"Aku yakin ndre, tenang aja, kau ikuti aja aku dulu, aku tau jalan ini ndre, udah mau dekat ini ndre, disana nanti ada rumah penduduk, ada kedai disana, nanti kita minum kopi, makan gorengan disana ndre..."

Tiba-tiba saja "Prakkkk" , aku terpelongo melihat Andre yang baru saja membuang sendalnya,

"Loh ndre, kok dibuang?!"

"Gak apa-apa peng, kita kan udah dekat, kalau kau tak pakai sendal, akupun tak pakai sendal, supaya sama kita peng!"

Kamipun melanjutkan perjalanan dan akhirnya kami dapati jurang yang terdapat sungai didalamnya. Aku mencoba untuk turun merangkak kebawah dan akhirnya bajuku basah kuyup masuk kedalam sungai.

"Ndre, turun ndre..." aku menyuruh Andre turun ke sungai tersebut.

"Jauh peng???"

"Enggak ndre, turun aja"

Andre pun akhirnya turun dengan menutup hidung...."Bbruurubbbblebb"

Ternyata Airnya dangkal, hanya sepinggang. Kamipun mengisi tenaga dengan meminum Air sungai tersebut. Sampai perut kami kenyang. Sambil membersihkan diri, kami berdua saling berdialog dengan mengingat pelajaran ketika di SISPALA.

"Ndre, kalau orang gak makan, tapi minum, berapa lama bisa bertahan ndre?"

"Satu bulan Peng!"

"Kalau gak minum?"

"Tiga hari peng!"

"Berarti kita lewat jalur dekat sungai aja ndre, supaya gampang mencari air"

Sejak itu, kamipun selalu mencari jalan dengan mengikuti sungai. Pada ujung sungai, terdapat bebatuan sedikit tinggi dan kamipun menaiki bebatuan tersebut. Pada bebatuan tersebut ada air terjun kecil dipinggirnya.

"Ndre, hari udah mau gelap, kita tidur dimana ndre?!"

"Peng, lihat didalam air terjun itu peng, seperti ada Goa"

Entah mengapa, ada-ada saja sesuatu yang baru kami fikirkan langsung terjadi. Ketika hendak memikirkan mau tidur dimana, ehh ada sebuah Goa kecil pas untuk berdua, namun hanya setengah badan. Kaki kami berada diluar, dan badan didalam.

Malam Ketiga
"Malam ini kita tidur ndre, besok kita harus jalan lagi"

Kamipun tidur didalam goa tersebut, tanpa perasaan takut jika ada hewan buas, apakah itu ular, memakan kaki kami yang menjulur keluar goa.


Dalam perjalanan ini, kami hanya melakukan perjalanan pagi, siang dan sore menjelang malam. Tak pernah kami melakukan perjalanan di malam hari. Malam hari kami habiskan beristirahan mengumpulkan tenaga untuk perjalanan esok hari. Lagipula, jika berjalan malam tidak memungkinkan karena kondisi sangat gelap.
(*)

Tersesat hari 4
Pagi pun tiba, namun kami belum bisa menikmati sinar mentari yang sesungguhnya, karena sinarnya masih terkalahkan oleh rimbunnya pepohonan hutan yang menjulang tinggi.

Kami keluar goa, mencuci muka dan meminum Air, untuk mempersiapkan diri dalam pencarian jalan pulang. Aku menuju ke ujung jalan untuk memastikan arah dan jalan yang akan kami tuju. Andre yang saat itu terduduk, sambil terdiam di tepi sungai. Aku melihat dari kejauhan, Andre mencoba meraih seekor burung. Burung hitam berukuran lumayan besar sedang mandi ditepian arus air. Herannya burung itu tak terbang ketika Andre mendekatkan jarinya pada burung tersebut. Aku menghusap-husap mataku sambil memandang burung tersebut. Lagi-lagi burung itu tetap asik bermain air. Andre yang terlihat sedikit frustasi, sambil berbicara sendiri dengan burung yang aneh itu.

"Hai burung, tolong tunjukkan kami jalan pulang! Terbanglah....!!!"

Tiba-tiba burung tersebut terbang menuju arah yang aku tuju tadi, kemudian beberapa detik kemudian burung itu kembali dan mandi seperti tadi. Andre yang terpelongo, mengulang lagi kalimatnya "Hai burung! tolong tunjukkan kami jalan pulang kerumah..." dan akhirnya burung tersebut terbang tinggi kearah tadi dan tak kembali. Sambil bercanda, aku mengajak Andre pergi ke arah yang dituju burung tersebut.

"Nah ndre, bener kan arah sini, hahaha, sama persis dengan arah terbang burung yang kau ajak bicara tadi"

Andre masih terdiam, melamun, sepertinya Ia benar-benar sudah frustasi.

"Ayolah ndre, kita jalan, aku yakin sudah mau dekat ndre..."

"Peng, pergilah dulu peng, aku disini aja"
"Nanti, jika kau selamat, tolong sampaikan permohonan maafku ke Orang tuaku, teman-temanku..."

Mendengar Andre berbicara seperti itu, aku dibuat emosi melihat tingkahnya.

"Ohhh, jadi gini ya Anak Alam?! gak ada perjuangan??? kalau kau mati disini ndre, kau berarti terlihat gak berjuang! tim SAR mudah banget ambil mayat mu!! Ayolah ndre, kalau pun kita mati, jangan disini, kita buat tim SAR kesulitan mencari mayat kita, jika perlu di jurang yang tinggi. Nanti kita kan udah jadi hantu, waktu mereka ambil mayat kita, kita cekik mereka supaya jatuh dan mati juga! ayolah semangat, Enjoyy...Enjoyy..."

Aku mencoba menyemangati temanku yang terlihat sudah putus asa. Akhirnya Andre tersenyum dan berjalan menghampiriku

"Benar juga kau peng! kita buat tim SAR kesulitan mencari mayat kita!!"

Kami lanjutkan berjalan dipinggir sungai, sambil bercanda gurau berdua.

"Entah mengapa, waktu seperti begitu cepat berlalu disini. Tadi terlihat baru saja datang pagi, tak terasa sudah terlihat seperti sore hari"

Aku lebih dulu jalan didepan Andre, agar bisa melihat kondisi jalan yang hendak kami lalui, serta memastikan tak ada jalan yang buntu dan terjal. Aku selalu menyikut Andre jika berbicara yang aneh-aneh, ada-ada saja yang terlihat olehnya. Berjalan sedikit "Peng, itu apa?!!", melihat yang ini dan itu selalu bertanya padaku.

"Ndre, jalan aja ndre!! jangan lihat yang aneh-aneh."

"Peng, ada puisi peng!Ada orang menulis puisi"

Akupun berbalik arah, ternyata memang benar, ada sebuah puisi yang ditulis di batu besar dekat sungai. Cukup panjang puisi tersebut, kamu berdua sempat membacanya, dan yang aku ingat, akhir puisi itu seperti ini;

"......Akhirnya, Hidupku berakhir sampai disini."

Membaca puisi tersebut, sempat menghancurkan hatiku, aku sendiri sempat patah, hilang semangat tapi tiba-tiba aku sadar dan kembali pada tujuan awalku "Aku harus menemukan jalan keluar"

Sambil berjalan, kami menaiki punggungan bukit, namun kami tetap berpedoman dengan aliran Sungai, namun punggungan itu justeru membuat kami menjauh dari sungai tersebut.
Hingga aku tak sadar, sebuah kayu menusuk kakiku.

"Peng, kakimu tertusuk kayu peng!"

"Tak apa ndre" Aku memastikan bahwa kakiku tak terluka parah dengan mencabutnya dengan cepat "scraappp.."

"Ayo jalan lagi ndre, hari udah mau gelap"

Malam keempat
Setibanya diatas, kami tiba-tiba dihadapkan dengan sebuah pohon raksasa, pohon besar tersebut memiliki lubang yang lumayan besar, ketika masuk kedalam "Astaga...., luar biasa" sangat nyaman, dan tak disangka rongganya begitu besar. Akupun langsung mulai ambil posisi untuk tidur.

"Peng, luka dikepalamu dikerumuni lalat hijau peng!"

"Udahlah ndre, aku capek, mau tidur dulu ndre!"

Aku mencoba tidur, namun tak bisa karena Aku mendengar suara Andre yang sedang menangis terisak-isak. Aku pura-pura tidur, agar tidak merusak moment yang dilakukannya. Setelah Andre melampiaskan kesedihannya, dia berkata padaku "Peng, kita gak salah tempat tidur kan peng?!!"

Mendengar Andre bicara seperti itu akupun menjawab, "Udahlah ndre!! Apalagi ndre! tudurlah, aku capek ndre!"

"Peng, lihat ini peng! Ada bulu peng...!"

Ternyata Andre menemukan beberapa helai rontokan bulu belang-belang disebelah kiri ketika meletakkan tangan ketanah.
Setelah beberapa menit, terdengar suara "Auman" seperti suara seekor Harimau. Sambil berbisik Andre mengulang kalimatnya "Peng, salah tempat kita peng, ini rumah (Nya) peng..., apa kubilang tadi peng..!"

Setelah terdengar bunyi "Auman", Aku dengan santai dan pasrah berbicara sambil tertidur,


"Nyiakkk! kami numpang tidur nyiak, jangan ganggu kami nyiak, kami numpang satu malam saja, besok kami pulang...."


Setelah Aku mengatakan itu, entah mengapa suara itu tak terdengar lagi, dan kami sempat mendengar seperti seseorang berputar dari pohon, lalu suara itu menjauh.

Malam ini adalah malam yang istimewa, karena dari malam-malam lainnya, hanya malam ini aku merasa tidur yang begitu nyenyak.

"Dalam masyarakat minang, (Inyiak/Nyiak) adalah sebutan untuk orang- orang tua terdahulu. Orang itu merupakan jelmaan Harimau yang sangat besar. Dan biasanya, jika memang ada diantara orang yang tersesat, Inyiak tersebut bersedia menunjukkan jalan pulang dengan mematahkan batang dan ranting-ranting kecil.

Dulu, Ada sebuah kisah yang pernah ku dengar dari seorang lelaki yang hampir tua. Dulu ketika kecil, orang tua itu pernah diajak ke hutan oleh Ayahnya ketika ia berumur 6 tahun. Ia digendong di atas pundak Ayahnya, dan berjarak 5 meter ada seekor harimau yang seolah berbicara menggunakan bahasa manusia dengan Ayahnya. Karena ia tak begitu mengerti, Dia tetap tenang diatas pundak ayahnya sambil memperhatikan -Inyiak itu berbicara dengan Ayahnya. Ukurannya cukup besar, dalam keadaan duduk tertidur saja Harimau itu sejajar dengan tingginya yang saat itu di gendong di pundak"




Tentang Inyiak bisa dilihat disini :
http://m.jpnn.com/news.php?id=260663

atau disini:

http://m.kompasiana.com/zulfitra_agu...33117c6f512d7d


Bersambung


Posting Komentar untuk "7 Hari Tersesat di Gunung Merapi ( Part 10-11 )"