Museum Kereta Api Sawahlunto, Rumah Legenda Mak Itam

Museum Kereta Api Sawahlunto - Sawahlunto adalah kota tambang di masa lalu, di sini berdiri Museum Kereta Api Sawahlunto, sebagai penanda dan fakta sejarah bahwa kereta api pernah memainkan peranan penting di salah satu kota di wilayah Sumatera Barat ini.
Museum kereta api Sawahlunto.
Museum kereta api Sawahlunto (sumber : Yukpiknik.com)
Di masa lalu terjadi eksploitasi tambang batubara secara besar-besaran di Sawahlunto oleh pemerintah kolonial Belanda. Kereta api digunakan sebagai pengangkut batubara sampai ke Pelabuhan Teluk Bayur di Padang dengan menggunakan lokomotif uap.

Pada abad ke-19, batubara merupakan bahan bakar penting untuk berbagai moda transportasi, termasuk kapal. Sementara kapal merupakan moda transportasi andalan untuk mengangkut rempah-rempah dan hasil bumi lain antarpulau dan benua pada masa itu.

Setelah penemuan kandungan batubara yang mencapai 200 juta ton oleh WH de Greeve pada 1868, Belanda membangun permukiman dan fasilitas perusahaan tambang batubara Ombilin. Termasuk mengusahakan jalur pengangkutan batubara yang efektif, karena letak Sawahlunto berada di tengah perbukitan dan jauh dari pelabuhan internasional.

Sejarah perkeretaapian di Sumatera Barat pun dimulai dengan dibangunnya jalur kereta api dari Sawahlunto ke Emma Haven (Teluk Bayur) dengan melintasi Lembah Anai dan menyusuri Danau Singkarak, yang dilakukan oleh perusahaan kereta api Sumatera atau Sumatra Staats Spoorwegen mulai tahun 1891 dan selesai seluruhnya pada tahun 1894. 

Ada lima tempat pemberhentian di jalur kereta api angkutan batubara Sawahlunto – Teluk Bayur yang berjarak 151,5 Km ini, yaitu di Solok, Batubata, Padang Panjang, Kayu Tanam, dan terakhir di Teluk Bayur. Dibutuhkan waktu sampai 10 jam non-stop untuk menempuh jarak sejauh itu, karena kondisi jalan yang menanjak dan berkelok. Satu lokomotif uap bisa menarik 40 gerbong batubara.
Sampai pada tahun 1970-an beroperasinya lokomotif diesel, pengangkutan batubara semakin bergairah. Dalam sehari, pengangkutan gerbong melonjak menjadi 200 gerbong.

Sejalan dengan makin intensifnya pembangunan jalan, perlahan tapi pasti telah menggeser peran kereta api sebagai angkutan utama. Selain itu, masa kejayaan tambang batubara juga sudah surut.

Puncaknya pada tahun 2003, pengangkutan batubara dengan kereta dihentikan karena produksi tambang yang merosot drastis. Gedung stasiun kereta api Sawahlunto dibangun pada 1912, namun sejak 2003 angkutan batubara tidak lagi memakai kereta api, sekaligus menandai berakhirnya era perkeretaapian di Sawahlunto.

Jejak sejarah itu kini diabadikan dalam bentuk Museum Kereta api Sawahlunto yang akan mengajak pengunjung menembus waktu ke zaman pra kemerdekaan. Bangunan stasiun kereta api tersebut sekarang berubah fungsi menjadi museum. Museum kereta api Sawahlunto diresmikan pada 17 Desember 2005, merupakan museum kereta api kedua setelah Museum Kereta Api Ambarawa.
Salah satu koleksi Museum KA Sawahlunto (sumber : Kompas.com)
Museum Kereta Api Sawahlunto menyimpan literatur tentang lokomotif uap dan sejarah perkeretaapian di Sawahlunto. Anda akan menemukan replika lokomotif berukuran kecil, jam kuno, ketel-ketel uap, hingga terompet langsir yang digunakan juru langsir saat berganti posisi loko.

LEGENDA MAK ITAM

Di museum ini juga menjadi tempat peristirahatan lokomotif uap, Mak Itam, yang namanya telah melegenda. Mak Itamadalah lokomotif uap di masa akhir kejayaannya tahun 1965-1966 yang bertugas di kota Sawahlunto. Generasi pertama jenis lokomotif ini adalah generasi tahun 1926, buatan Esslingen, Jerman. Lokomotif ini memiliki kemampuan menaiki jalur rel menanjak yang ditopang dengan gerigi khusus.

Legenda kereta api uap Mak Itam.
Mak Itam bersama Bukhari, Kepala Perawatan KA dan Masinis Kereta Uap (sumber : Kompas.com)
Pada masanya, Mak Itam termasuk salah satu lokomotif uap yang menjadi moda transportasi penting untuk menarik gerbong batubara dari lubang tambang ke Pelabuhan Emmahaven yang kini dikenal dengan sebutan Pelabuhan Teluk Bayur di Padang.
Kiprah Mak Itam dalam balap sepeda Tour de Singkarak (sumber : Kaskus.co.id)
Setelah era batubara usai, perjalanan kereta di Sawahlunto dialihkan untuk mendukung pariwisata. Mak Itam dan satu lokomotif diesel sempat difungsikan sebagai kereta wisata yang beroperasi saban hari Minggu atau apabila ada pesanan khusus.

Lokomotif uap dengan nomor seri E 1060 ini pernah menjadi kereta wisata dengan rute Stasiun Sawahlunto - Muara Kalaban yang berjarak sekitar 8 km. Dibutuhkan waktu 30 menit untuk sampai ke stasiun Muara Kalaban, dengan kecepatan kereta rata-rata 10km/jam saja. Sedangkan lokomotif diesel menjadi pengangkut kereta wisata dengan rute Solok-Sawahlunto-Solok-Batutaba-Solok-Sawahlunto-Solok.
Gerbong yang ditarik Mak Itam (kiri) dan interior gerbong (sumber : Detik.com)
Namun sejak awal 2013, tak terdengar lagi suara jeritan Mak Itam. Kebocoran pada 12 pipa pembakaran disebut-sebut membuat Mak Itam tak mampu beroperasi lagi. Akhirnya ia diistirahatkan di salah satu ruangan penyimpanan museum. Disampingnya berjajar gerbong kayu membawa penumpang yang biasa ditarik Mak Itam. Tetapi pengunjung yang datang ke Museum Kereta Api Sawahlunto masih bisa melihat sosoknya. Jika bisa, Mak Itam mungkin akan bercerita banyak tentang sumbangsihnya selama hampir setengah abad di dunia perekeretaapian Indonesia.


Museum Kereta Api Sawahlunto
Jalan Kampung Teleng, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Telepon 0754-61023.

Jam Buka
Selasa – Minggu: 08.00 – 17.00,
Senin: Tutup.

Tiket Masuk
Umum: Rp 3.000,
Pelajar dan anak-anak: Rp 1000,
Kereta Api Mak Hitam (hanya hari Minggu) Rp. 50.000.



Posting Komentar untuk "Museum Kereta Api Sawahlunto, Rumah Legenda Mak Itam"