7 Hari Tersesat di Gunung Merapi ( Part 4-5)


S
ebelum cerita ini saya lanjutkan, alangkah baiknya saya mereview beberapa narasumber yang nantinya memiliki kisah masing-masing, sekaligus mengenal antara lain, panggilan, kepribadian, dan lain sebagainya.

1. Andre, (Muhammed Andre Raberta)
2. Nopeng, (Noviandi Arsya)
3. Firman, (Firman Hendrik)
4. Iwan, (Irwan Utama)
5. Uncu, (Yopri)

Nama-nama tersebut nantinya akan tetap digunakan dalam cerita-cerita selanjutnya.

Firman, biasa orang memanggilku. Mungkin ceritaku hampir mirip dengan cerita yang telah usai dikisahkan oleh sahabatku, Andre. Namun, ada beberapa histori yang ter-Skip, dan mungkin tak ada dalam kisah-kisah mereka yang lainnya. Karena ini merupakan versiku.

Andre memang sedikit nakal, bandel, dan terkadang keras kepala!, itu sebabnya mengapa kami sering bertengkar, adu mulut sampai mengeluarkan ucapan dan kata-kata kotor ketika perang mulut terjadi. Namun begitu, kami tak pernah memasukkan hal itu kedalam hati, hanya sekedar bumbu-bumbu keakraban sebagai seorang teman dan sahabat dekat. Andre juga sangat tidak disukai di Sekolah, karena sering memalak (minta uang) pada teman-teman di sekolah, aku termasuk korbannya. Sehingga, pada saat kejadian hilangnya mereka, hampir 90 persen siswa bersyukur dan mendoakan mereka tak diketemukan, sungguh miris kedengarannya. Tingkah laku Andre dan Nopeng hampir mirip, mereka berdua tak ubahnya seperti duo sejoli yang saling melengkapi, Andre si keras kepala, banyak omong, tong kosong namun penakut, Nopeng lebih kalem namun lebih pemberani. Intinya sama-sama keras kepala.

Ketika hendak berangkat menuju tujuan pendakian, banyak terjadi moment-moment, dimana jika kita urut dari awal merupakan pertanda bahwa akan terjadi sesuatu hal yang akan terjadi terhadap kami. Ketika Shalat isya di mesjid Padang Panjang, kacamata Andre tertinggal di Mesjid. Tak pernah kami berinisiatif singgah untuk menyelesaikan Shalat Isya di surau itu. Kebiasaannya hanya berlalu, tanpa pernah berniat berhenti. Gunung Merapi merupakan gunung yang sudah dua kali aku daki, namun begitu segala tahapan tetap aku siapkan dan tetap berserah diri pada Sang Pencipta. Beda halnya dengan Andre dan Nopeng, kali ini mereka baru pertama Mendaki Sang Merapi.

Untuk mendaki ke puncak merapi, ada tiga rute yang bisa digunakan, antara lain : Koto Baru, Padang Bawang, dan Simabur. Tapi kali ini kami memilih menggunakan rute Koto Baru yang dipimpin oleh Yopri. Yopri merupakan orang yang dituakan sehingga kami memanggilnya dengan panggilan -Uncu.

Kami memulai pendakian dari kaki gunung setelah Isya, dan berjalan dari perkampungan koto baru sekitar satu setengah jam lamanya. Jika berjalan Normal dengan kecepatan 20KM / Jam, kemungkinan tiba di puncak lebih kurang 4 jam. Setelah berjalan beriringan, akhirnya kami sampai di Posko pertama ( Pesanggrahan), aku langsung menuju posko untuk melapor jumlah anggota yang akan naik, sedangkan teman yang lain duduk sambil beristirahat sejenak. Posisi awal kami pada saat itu adalah : Uncu, posisi depan, Nopeng posisi kedua, Iwan posisi ketiga, Aku diposisi urutan empat, dan Andre yang terakhir. Setelah -Pesanggrahan lah kisah-kisah mistis bermunculan, dari sepanjang jalan setelah berlalu meninggalkan posko pertama, Andre terlihat gelisah karena mendengar suara-suara berisik, seolah memanggil, bersorak-sorak. Karena itulah Andre menyuruhku bertukar posisi dengannya, yang dari posko pertama sudah tampak tak nyaman. Arogansinya tak pernah hilang, aku selalu jadi korban keangkuhannya saat itu.

Benar sekali, aku memang bisa melihat apa yang dirasakan Andre saat itu, karena keahlian ini, aku sering dijuluki "Dukun", punya ilmu, dan lainnya oleh mereka, karena bisa melihat makhluk halus yang ada disekitar manusia. Ada sebuah tempat disepanjang perjalanan yang kami lalui itu seperti tempat yang aneh, selama aku mendaki di Merapi, ini kali pertama aku melihat tempat itu. Sebuah jalur seperti gerbang, dengan rimbunnya ranting-ranting menjulur melingkar seperti pohon bambu, indah sekali. "Ndree, apa itu ndre?! aku mencoba mengajak Andre melihat yang terlihat olehku. "Gila kau man...!, jangan becanda aja kau man" Andre menjawab sambil tertunduk tak menoleh sedikitpun. Sebenarnya aku tahu dia takut, dia mungkin berfikir aku melihat mahluk aneh saat itu, padahal aku hanya berbagi penasaran terhadap Gapura yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan itu.

Sepanjang jalan pendakian, Andre tak henti-hentinya bertengkar denganku, sampai adu mulut. Sangat banyak hal-hal mistik yang aku temui, namun aku tak mau memberitahu mereka, ini merupakan kode etik, jika kita melihat, mencium bau-bauan, atau mendengar sesuatu hal yang aneh, tak boleh diucapkan pada saat bersamaan. Sepasang bola mata, sebesar kepalan tangan orang dewasa juga turut mengikuti kami sepanjang perjalanan, entah apa yang aku lihat bersama Andre, Bola mata berwarna Hijau terang seperti membayangi bersebelahan dengan jalan yang kami lalui. "Ndre, kau lihat gak tadi?"
"Lihat man, tapi kalau itu macan kok matanya sebesar itu man?!" Andre bertanya kembali padaku.
"Ya sudahlah ndre, lanjut aja" aku mengakhiri perdebatan kami berdua.

Sungguh banyak godaan demi godaan yang kamu rasakan, tapi entah mengapa hal ini hanya kami berdua yang merasakan. Suara "Geraman" seperti harimau, tapi suara itu beriringan seperti jangkrik, bedanya itu bukan jangkrik, melainkan suara makhluk yang aku yakin bukan hewan.

Jam 23:14 WIB, kami sampai di Posko kedua (Parak Batuang), atau orang biasa menyebutnya 1750, karena memiliki ketinggian 1750 mdpl. Istirahat sejenak sambil mengisi Air disungai yang tak jauh dari posko. Kebetulan, aku adalah seksi logistik saat itu. Setelah beristirahat memulihkan tenaga, kami melanjutkan menuju -Batas Vegetasi, Cadas. Dari cadas menuju puncak Merapi hanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam, sehingga kami memutuskan untuk berhenti lagi di cadas tersebut. Sambil menikmati Sunrise pagi, memasak air, ngopi dan memandang keindahan Alam dari bibir puncak.

"Ndre, ambil air ndre!" aku menyuruh andre untuk berganti mengambil air di telaga dekat cadas tersebut.
"Ahh, malas aku man, kau ajalah" andre membantah dan tak mau pergi. Sambil mencampakkan Galon kosong ia membentakku, "Kau lah yang ambil man! ini, kau isi galon ini sampai penuh!"
Perang mulut pun kembali dimulai, Andre si keras kepala itupun tak mau kalah. Akhirnya, Uncu yang di tuakan pun menyuruhku yang mengambil air. Uncu saat itu juga bertengkar dengan Andre, karena sikapnya yang kurang terpuji, sampai mereka saling campak-mencampakkan Periuk, piring dan beberapa gelas plastik dari perlengkapan kami. Uncu menyuruh Iwan ikut bersamaku mengambil air, untung saja Iwan ikut, karena awalnya Iwan hendak ikur bersama Andre dan Nopeng menuju puncak. Sambil mengosongkan tas, Andre bergegas mengisi logistiknya untuk naik ke atas, Aqua berisi Air, 2 sachet extra joss, bawang dan cabai ( tak sengaja terbawa dalam tas) dan beberapa rokok kretek. Setelah kami kembali mengambil air, Andre dan Nopeng masih terlihat dari jarak pandangku.

"Uncu, kenapa mereka dibiarkan keatas ncu?!, mereka perdana ncu! belum tahu jalan diatas" aku bertanya ke uncu dengan nada penasaran.
"Biarkan aja lah man, suka-suka mereka berdua, uda besarnya mereka itu. Tadi kularang gak mau mereka man, katanya -kalau gak tahu jalan bisa ikut turun sama pendaki lain." Sambil berteriak aku bersorak pada Andre, "Woii, kalau setengah jam kalian gak balik, kami susul ke atas ya?!"
Andre menjawab sambil berlalu " Iya, Oke..!".

Setelah mereka jauh dan tak terlihat dari jarak pandangku, seketika itu Kabut Turun. Biasanya kabut seperti ini hanya berlangsung setengah jam atau paling lama satu jam. Namun, sampai tiga jam kabut ini tak juga menghilang. Sejujurnya aku sudah gelisah, setiap pendaki yang turun, kami selalu bertanya "Pak, ada lihat teman kami dua orang diatas pak? Pakai celana pendek, baju lengan buntung?", mereka menjawab dengan jawaban yang sama "gak ada Pak, kami gak lihat". Sampai mendekati pukul 17:23 WIB, mereka juga belum turun, karena penasaran, kami bergegas menyusul mereka ke Puncak Merapi. Tiba dipuncak merapi, terlihat tak banyak rombongan tersisa, hanya ada sisa satu kelompok saja, "Pak, ada lihat teman kami pak? celana pendek, baju lengan buntung, dua orang?", " Ohh, gak ada Pak, dari tadi juga hanya kami yang tersisa disini". Akhirnya kami kembali ke Cadas dan mendirikan tenda, karena hari mulai gelap, kami takut turun ke Parak Batuang (1740), posko kedua. Kami masih berharap mereka turun kebawah dan bertemu mereka, hingga kami bergantian menjaga di pinggir jalan, agar pendaki yang lewat gampang terpantau. Hingga pendaki yang bertemu di puncak tadi turun, Andre dan Nopeng juga belum terlihat dari pandangan kami. Tanda-tanda mereka akan kembali belum ada, namun kami masih sangat berharap mereka balik ke Cadas.

Cadas bukan lokasi tempat pendaki mendirikan tenda, karena anginnya lumayan kencang dan bisa menghancurkan tenda sekelas tenda "A". Kami membawa tenda "Pramuka", sehingga lumayan bisa bertahan saat itu
(*)
  Sampai tengah malam,
mereka juga belum kembali. Akhirnya kami terduduk dan menenangkan diri sejenak, sambil membahas alasan alasan serta kemungkinan yang terjadi. Kami belum berfikir bahwa mereka hilang, karena kami tahu siapa mereka, paling juga mereka kesal, kemudian pulang lebih dulu bersama rombongan lain, itu yang ada di benak kami.

"Ahh, paling juga mereka pulang ncu!, soalnya kan lagi ada acara di KPA (Keluarga Pecinta Alam) di Malibo, mereka sudah dulu turun itu ncu!"

"Betul juga man, bisa jadi mereka kesal juga sama aku, soalnya sebelum naik ke atas tadi aku sempat kesal sama dia, hampir setengah jam kami diam-diaman!" uncu menjelaskan balik padaku. Akhirnya kami memutuskan turun ke bawah pagi harinya. Setelah di Kaki Pegunungan, daerah Malibo, lokasi acara yang di maksud, kami mencari Andre dan Nopeng.
"Bro! ada lihat Andre dan Nopeng?" kami berseru di kerumunan yang hampir selesai. "Gak ada bro, gak ada kelihatan dari kemaren, emang kenapa bro?" mereka bertanya kembali pada kami. "Oh, gak apa-apa, oke bro, terima kasih".

Jantung sudah mulai berirama tak tentu, perasaan sudah mulai was-was, kami sudah mulai berprasangka yang aneh-aneh terhadap Andre dan Nopeng. Kami balik menuju Padang, dan langsung bertemu orang tua Nopeng, "Pak, Buk, Nopeng ada?" kami bertanya kepada orangtuanya dengan nada penasaran.
"Loh, belum pulang...! ada apa ya nak?!"
"Oh, gak apa-apa Pak, Buk. Terima Kasih ya?!". Mendengar Nopeng juga tak ada dirumah, kami pun bergegas menuju Polsek untuk melapor bahwa kedua teman kami Hilang.
(kami belum bertemu orang tua Andre, karena rumah dalam keadaan kosong).

"Lapor pak, kami mau buat laporan...! teman kami hilang di Gunung Merapi." kami datang dan langsung menghadap mereka dengan wajah ketakutan.
"Hahhh!! kan kurang ajar kalian! anak sekolah macam apa kalian! giliran hilang melapor, waktu mendaki tak ada mulut kalian ngomong sedikitpun."
"Dimana kalian tinggal?!!!!"
"Siapa nama Bapak, Ibu, kalian!"
"Berapa pula biaya untuk mencari kesana?! besar biaya mencari orang hilang tu...(Pak Polisi marah besar saat itu)

Setelah kami diinterogasi sebentar, akhirnya kami bersama beberapa orang Polisi bergegas ke Posko satu, Pesanggrahan. Dan kami melapor pada tim SAR bahwa ada dua orang teman kami yang hilang. Langsung saja kepala tim SAR memarahi kami, "kalian! harusnya kalau sudah tau temennya gak ketemu setengah hari, harusnya melapor!!!".

SETELAH Kepala dari tim SAR memarahi kami, kami bertiga di pisah berjauhan dan mengisi beberapa pertanyaan serta kronologis hilangnya kedua teman kami tersebut, Aku, Uncu, dan Iwan mengisi jawaban dan sedikit cerita dalam selembar kertas yang diberikan. Tak ada satupun kronologis yang kami isi memiliki alur yang sama, wajar saja, karena kami memiliki versi yang berbeda. Polisi yang didampingi tim SAR tiba-tiba mengkerutkan dahi ketika membaca tulisan dari kami bertiga, dan sesekali mengarahkan wajah kehadapan kami. Kami sempat penasaran juga, dan setelah kami ketahui bahwa kronologis yang kami bertiga tulis berbeda-beda. Ada kondisi dimana Pihak Kepolisian menaruh curiga pada kami, dengan Indikasi bahwa kami sengaja membunuh Andre dan Nopeng. Alasannya karena, diantara kami ada yang sempat berantam besar-besaran sebelum Andre dan Nopeng naik ke Puncak.

"Kalian bertiga, tunggu disini, jangan ada yang pergi!!! kalau sampai kedua teman kalian gak ketemu, kalian bertiga Tersangkanya!" bentak Polisi pada kami.

Saat itu juga tim langsung dikerahkan, dibawah naungan Sekber ( Sekretariat Bersama) ada terdiri beberapa organisasi yang standby saat itu, SAR, MAPALA, dan KPA. Mereka membentuk jadi tiga tim, SRU ( Search Rescue Unit). SRU 1, SRU 2, dan SRU 3. Setiap SRU dibagi menjadi tiga kelompok unit. Kami tidak diberi kesempatan dalam pencarian tersebut, kami terasing, terdakwa, korban analisa nyasar yang secara spontan dilontarkan mereka.
(*)

Pencarian Hari Pertama
Hari pertama pencarian dilakukan oleh tim SRU 1, mereka melakukan penyisiran dan membagi blok menjadi tiga bagian. Sepanjang pencarian, kami hanya dipersilahkan menunggu di Posko, dan tak diperhatikan sedikitpun. Sambil menunggu, pihak Kepolisian yang selalu mengancam dan menginterogasi kami satu persatu tak bosan-bosannya menuduh kami telah Membunuh Andre dan Nopeng.
"Awas kalian, kalau sampai mereka diketemukan mayatnya, kalian tersangkanya! ingat itu!!!

Pada saat lain kesempatan, Polisi mendatangiku dan lagi lagi mengancam dengan tuduhan yang sama. Sambil mendobrak meja, dan menghempaskan -Revolver tak berpeluru diatas meja.

"Braaakkkkk!!!!," senjata api yang mendarat di meja dengan ukuran sedang itu hampir membuat jantungku copot.
"Ada masalah apa kalian, hah!!!" Polisi bertanya padaku dengan wajah sangar.
"Pak, kami gak ada masalah apa-apa Pak, Andre itu memang belum kembali setelah aku mengambil air ke sungai, awalnya dia cuma sebentar Pak, tapi setelah kabut, mereka gak turun juga Pak! Kami bukan Pembunuh Pak!"
Aku memberanikan dan bisa mempertanggungjawabkan perkataanku.
"Alaaahhh, Alasan aja kau!!!, kata temenmu tadi, kalian habis berantem diatas! jangan bohong kau!"
Dalam hati, "Ya Tuhan, yang berantem siapa?!"

Sampai usai ditanya-tanya oleh Polisi secara bergantian, Akhirnya tim SRU 1 turun dan langsung di sambung oleh tim SRU 2, namun hasilnya nihil, Andre dan Nopeng tidak diketemukan, dan jikalau mati, jasadnya juga belum berhasil dijumpai.

Pencarian Hari Kedua
Selanjutnya, Pencarian hari kedua yang masih dilakukan SRU 2 masih berlangsung. Kami di persilahkan pulang dahulu ke Padang secara Bergantian, Hari Pertama Uncu, hari kedua giliran aku yang pulang.

Sepanjang perjalanan, aku masih dihantui rasa bersalah, atas musibah ini. Karena aku sempat berkata dengan Uncu bahwa mereka berdua tak tahu medan Merapi, karena baru pertama kali akan mereka jelajahi hingga puncak. Sesampai dirumah terjadi konflik antara aku dengan orang tuaku. Ayah dari dulu tak pernah setuju aku ikut organisasi dan kegiatan-kegiatan pendakian. Beliau sangat murka dan marah aku membangkang padanya, hingga Beliau memarahiku habis-habisan atas peristiwa hilangnya dua orang temanku.

"Makanya, kau gak pernah dengar omonganku kan man! sekarang kau lihat lah resikonya! Kau urus sendiri! itu masalahmu, kau sudah besar, bertanggungjawab lah kau sekarang, AYAH GAK MAU IKUT CAMPUR! URUS SENDIRI!". Berjam-jam aku kena ceramah oleh orang tuaku, hingga pada akhirnya Beliau luluh dengan melihat kondisiku yang saat itu sangat memprihatinkan, kumuh, ada beberapa luka, dan terlihat kurus tak terawat karena banyak fikiran.

Sebagai informasi, Ayahku adalah seseorang yang memiliki keahlian Ghaib. Kabarnya, beliau memiliki beberapa pendamping (makhluk halus) yang setia menjaganya. Memang, dari keturunan Ayah, masih banyak terdapat beberapa garis keturunannya yang masih memiliki ilmu-ilmu seperti itu, tapi saat itu aku tak terlalu percaya hal konyol seperti itu. Namun, dengan kondisi seperti ini, aku mau tak mau tetap meminta bantuannya untuk mengetahui keberadaan Andre dan Nopeng. Karena dulu ada sebuah kejadian yang pernah dialami oleh teman dari saudara laki-lakiku. Dulu pernah ada peristiwa, dimana kakakku dan rekan-rekannya melakukan Camp, disalah satu danau tengah hutan daerah yang aku tak ingat namanya. Saat itu mereka mandi di danau tersebut hingga menjelang Maghrib, dan tak tahu mengapa salah seorang temannya tiba-tiba tenggelam dan hilang didanau tersebut. Aneh bukan? Danau yang kedalamannya hanya sebatas dada bisa menenggelamkan orang. Satu minggu proses pencarian di Danau tersebut, jasad teman kakakku juga belum ditemukan. Hingga pada suatu ketika, kakak melapor ke Ayah untuk membantu proses pencariannya dan petunjuk keberadaan jasadnya. Sungguh sangat mustahil, keesokan harinya, mayat itu tiba-tiba mengapung diatas permukaan Danau tersebut. Padahal, lokasi tempat mayat itu naik sudah berpuluh-puluh kali diselami selama satu pekan, namun tak juga ditemukan.

Posting Komentar untuk "7 Hari Tersesat di Gunung Merapi ( Part 4-5)"